Menurut Imam Abu Hamid Al-Gazali Kata al-khalq ‘Fisik’ dan al-khuluq ‘akhlak’ adalah dua kata yang sering dipakai bersaman. Seperti redaksi bahasa arab ini, fulaan husnu al-khalq wa al-khuluq yang artinya “si fulan baik lahirnya juga batinnya”. Sehingga yang dimaksud dengan kata “al-khalaq” adalah bentuk lahirnya. Sedangkan al-khuluq adalah bentuk batinnya. Hal ini karena manusia tersusun dari fisik yang dapat dilihat dengan mata kepala, dan dari ruh yang dapat ditangkap dengan batin. Masing-masing dari keduanya memiliki bentuk dan gambaran, ada yang buruk ada pula yang baik. Dan ruh yang ditangkap oleh mata batin itu lebih tinggi nilainya dari fisik yang ditangkap dengan penglihatan mata. Yang dimaksud dengan ruh dan jiwa di sini adalah sama.
Kata al-khuluq merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perubahan-perubahan dengan mudah tanbpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu.
Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang buruk.
Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana halnya keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak dapat terwujud hanya dengan keindahan dua mata, dengan tanpa hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur tadi harus indah sehingga terwujudlah keindahan lahir manusia itu.
Demikian juga, dalam batin manusia ada empat rukun yang harus terpenuhi seluruhnya sehingga terwujudlah keindahan khuluq “akhlak”. Jika keempat rukun itu terpenuhi, indah dan saling bersesuaian, maka terwujudlah keindahan akhlak itu. Keempat rukun itu antara lain:
1)Kekuatan ilmu
2)Kekuatan marah
3)Kekuatan syahwa
4)Kekuatan mewujudkan keadilan di antara tiga kekuatan tadi.
1)Kekuatan Ilmu
Keindahan dan kebaikannya adalah dengan membentuknya hingga menjadi mudah mengetahui perbedaan antara juur dan dusta dalam ucapan, antara kebenaran dan kebatilan dalam beraqidah, dan antara keindahan dan keburukan dalam perbuatan.
Jika kekuatan ini telah baik, maka lahirlah buak hikmah, dan hikmah itu sendiri adalah puncak akhlak yang baik. Seperti difirmankan Allah SWT.,
“…..Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak ….” (Al-Baqarah: 269).
2)Kekuatan marah
Keindahannya adalah jika mengeluarkan marah itu dan penahannya sesuai tuntutan hikmah.
3)Kekuatan syahwat
Keindahan dan kebaikannya adalah jika ia berada di bawah perintah hikmah. Maksudnya perintah akal dan syariat
4)Kekuatan mewujudkan keadilan di antara tiga kekuatan tadi
Adalah kekuatan dalam mengendalikan syahwat dan kemarahan di bawah perintah akal dan syariat.
Perumpamaan akal adalah seperti seorang pemberi nasihat dan pemberi petunjuk
Kekuatan keadilan adalah kemampuan, dan perumpamaannya adalah seperti pihak yang menjadi pelaksana dan pelaku bagi perintah akal.
Dan kemarahan adalah tempat yang padanya dilaksanakan perintah tadi itu. Perumpamaannya adalah seperti anjing pemburu, yang perlu dilatih, sehingga gerak-geriknya sesuai dengan perintah, bukan sesuai dengan dorongan syahwat
dirinya.
Sementara perumpamaan syahwat adalah seperti kuda yang ditunggangi untuk mencari hewan buruan, yang terkadang jinak dan menuruti perintah, dan terkadang pula binal.
Siapa yang dapat mewujudkan kesimbangan unsur-unsur tadi, ia pun menjadi sosok yang berakhlak baiks secara mutlak. Sementara orang yang hanya dapat mewujudkan keseimbangan sebagian unsur itu saja, maka ia menjadi orang yang berakhlak baik jika dilihat pada segi yang baik itu saja, seperti orang yang sebagian wajahnya indah, sementara sebagian lainnya buruk.
Keindahan kekuatan kemarahan dan keseimbangannya digambarkan dengan keberanian. Keindahan kekuatan syahwat dan keseimbangannya digambarkan dengan sifat iffah menjaga kesucian diri. Jika kekuatan marah seseorang cenderung ke arah bertambah maka ia dinamakan dengan tahwwur ‘sembrono’. Sedangkan, jika cenderung melemah dan berkurang maka dinamakan pengecut. Jika kekuatan syahwat cenderung bertambah maka ia dinamakan serakah, sedangkan jika cenderung melemah dan berkurang dinamakan statis.
Yang terpuji adalah sikap seimbang yang merupakan keutamaan, sedangkan dua sikap yang cenderung bertambah dan melemah adalah dua hal yang tercela. Sedangkan keadilan, jika ia terluput maka ia tak mempunyai dua sisi ekstrem, berlebihan atau kurang, tapi ia mempunyai satu lawan dan antonimnya, yaitu kezaliman.
Sementara hikmah, tindakan menguranginya ketika menggunakannya dalam perkara-perkara yang tidak baik dinamakan kebusukan dan kerendahan. Sementara tindakan berlebihan padanya dinamakan kedunguan. Maka sikap pertengahannyalah yang dinamakan dengan hikmah. Dengan demikian, pokok-pokok utama akhlak ada empat, yaitu: Hikmah, keberanian, iffah, menjaga kesucian diri, dan keadilan.
Hikmah adalah kondisi kekuatan kemarahan yang tunduk kepada akal, dalam maju dan mundurnya.
Kesucian diri adalah melatih kekuatan syahwat dengan kendali akal dan
syariat.
Keadilan adalah kondisi jiwa dan kekuatannya memimpin kemarahan dan syahwat, dan membimbingnya untuk berjalan sesuai dengan tuntutan hikmah, juga memegang kendalinya dalam melepas dan menahannya, sesuai dengan tuntutan kebaikan. Dari keseimbangan pokok-pokok tersebut, terwujudlah seluruh akhlak yang mulia.
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar